Kecakapan Bertindak Dalam Hukum
Kecakapan Bertindak Dalam Hukum
Orang yang tidak cakap bertindak dalam hukum
Meskipun menurut hukum sekarang ini, setiap orang tanpa kecuali dapat memiliki hak-haknya, akan tetapi di dalam hukum, tidak semua orang dapat diperbolehkan bertindak sendiri di dalam melaksanakan hak-haknya itu. Ada beberapa golongan orang yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap atau kurang cakap untuk bertindak sendiri dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum, sehingga mereka itu harus diwakili atau dibantu oleh orang lain. Menurut Pasal 1330 KUHPer, mereka yang oleh hukum telah dinyatakan tidak cakap untuk melakukan sendiri perbuatan hukum ialah:
- Orang yang belum dewasa;
- Orang yang ditaruh di bawah pengampuan (curatele);
- Perempuan dalam pernikahan (wanita kawin) telah dicabut.
Ad.1 orang-orang yang belum dewasa
Orang-orang yang belum dewasa hanya dapat menjalankan hak dan kewajibannya dengan perantaraan orang lain, atau sama sekali dilarang. Kecakapan untuk bertindak di dalam hukum bagi orang-orang yang belum dewasa ini diatur dalam ketentuan sebagai berikut:
- Menurut pasal 330 KUHPer, orang dikatakan belum dewasa apabila ia belum mencapai usia 21 tahun dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila ia telah melangsungkan perkawinan, maka ia dianggap telah dewasa dan ia tidak akan menjadi orang yang di bawah umur lagi, meskipun perkawinannya diputuskan sebelum ia mencapai usia 21 tahun.
- Untuk melangsungkankan perkawinan:
- Menurut Pasal 29 KUHPer, bagi seorang laki-laki harus berumur 18 tahun dan bagi seorang wanita harus berumur 15 tahun.
- Menurut Pasal 7 ayat (1) Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, bagi seorang laki-laki harus berumur 19 tahun dan bagi seorang wanita harus berumur 16 tahun dan setelah diundangkannya Undang-undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.
- Dalam hukum waris, seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun tidak dapat membuat wasiat (Pasal 897 KUHPer).
- Menurut Pasal 198 Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, untuk dapat memilih di dalam pemilihan umum harus sudah berumur 17 tahun atau lebih atau telah kawin, atau sudah pernah kawin.
Ad. 2 orang yang ditaruh di bawah pengampuan
Menurut Pasal 433 KUHPer, orang yang ditaruh di bawah pengampuan adalah orang yang dungu, sakit ingatan atau mata gelap dan orang boros. Mengenai hal ini, diatur dalam ketentuan-ketentuan berikut:
- Seseorang yang karena ketaksempurnaan akalnya ditaruh di bawah pengampuan, telah mengikatkan dirinya dalam suatu perkawinan, dapat diminta pembatalan perkawinan (Pasal 88 alinea 1 KUHPer).
- Untuk dapat membuat atau mencabut suatu surat wasiat, seseorang harus mempunyai akal budinya (Pasal 895 KUHPer).
- Mereka yang ditaruh dibawah pengampuan dianggap tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian (Pasal 1330 KUHPer).
Ad. 3 Kedudukan Wanita dalam Hukum
Khusus untuk seorang perempuan yang dinyatakan tidak cakap dalam perbuatan hukum dalam hal:
- Membuat perjanjian, memerlukan bantuan atau izin dari suami (Pasal 108 KUHPer).
- Menghadap di muka hakim harus dengan bantuan suami (Pasal 110 KUHPer).
Untuk masa sekarang ini, ketentuan Pasal 108 KUHPer ini telah di cabut dengan Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963. Hal ini ditegaskan lagi dalam Pasal 31 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dimana hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat; dan masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum. Selanjutnya menurut Pasal 36 ayat (2) Undang-undang No. 1 tahun 1974 mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan istri mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Namun dalam hal tertentu, meskipun seorang istri yang dianggap cakap melakukan perbuatan hukum oleh Undang-undang No. 1 Tahun 1974, dalam melakukan perbuatan terhadap harta bersama perkawinan harus dengan persetujuan suami, kecuali terdapat perjanjian perkawinan yang di dalamnya terdapat perjanjian pemisahan yang tegas dan jelas atas harta bersama.
Untuk informasi lebih lanjut, silahkan konsultasi kepada kami.
Sumber:
Prof. Subekti, S.H., 2003, Pokok-pokok Hukum Perdata cetakan XXXIV, PT. Intermasa, Jakarta.
Prof. R. Subekti, S.H., dan R. Tjitrosudibio, 2007, Kitab Undang-undang Hukum Perdata/Burgerlijk Wetboek, Pradnya Paramita, Jakarta.
P.N.H. Simanjutak, S.H., 2015, Hukum Perdata Indonesia, Prenadamedia Group, Jakarta.
Dharma Na Gara
Latest Posts
Hak Tersangka dan Terdakwa
Hak Tersangka dan Terdakwa KUHAP/Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 50 KUHAP 1) Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh...
Rekam Medis
Rekam Medis Dokter yang menjalankan praktek kedokteran wajib membuat suatu catatan yang harus dibuat dengan segera setelah pasien menerima pelayanan....